Cinta – I love You
CERITA SEX GAY,,,,,,,,,
Semenjak saat itu kata – saya – berubah menjadi – aku – dalam percakapan kami. + a
Tahun baru 2009 baru saja memasuki hari kedua dan dia mengajakku pergi memancing. + a
“Di tempat yang waktu itu?” tanyaku. + a
“Ya. Kita berangkat jumat petang besok dan menginap di sana,” jelasnya. + a
“Oke.” + a
Begitu percakapan kami via telepon malam itu. + a
Keesokan sorenya dia datang menjemputku. Selesai makan malam disinilah kami sekarang di balkon rumah panggung, matahari telah terbenar satu jam yang lalu. Di bawah sana air laut pasang dengan tenang, hanya terdengar sesekali riaknya dan tidak ada bulan malam ini. + a
Aku masuk dan kembali dengan membawa dua botol bir. + a
“Nih,” aku meletakkannya di bangku. + a
Arman tersenyum-senyum, “Kamu bawa ini?” tanyanya memastikan. + a
“Iya. Nggak ada niat untuk mabuk si, ya anggap saja lagi liburan.” + a
“Keren, aku suka selera kamu,” sambutnya dan langsung meraih salah satu botol dan membukanya. + a
“Mantap…mantap,” ujarnya setelah tegukan pertama. + a
Aku meraih kotak rokoknya lalu membakar satu batang. Dia tidak berkomentar. + a
“Kamu nggak ada pacar?” pertanyaan itu tiba-tiba lahir dari mulutku. + a
Arman terkekeh. + a
“Sejak aku sering main ketempat kamu perna nggak aku bawa seseorang?” + a
“Nggak.” + a
“Jawabanya itu.” + a
“Ya siapa tahu aja.” + a
“Dulu memang ada tapi dah lama banget. Sekarang lebih menikmati kesendirian yah sejauh ini fine-fine aja,” terangnya. + a
Aku mengangguk. + a
“Aku gay Vi,” katanya kemudian. + a
Aku tidak kaget. + a
“Sama,” ujarku tanpa di tanya. + a
Dia mengangguk lalu meraih botol, “seks bukan prioritasku dan mungkin karena itu aku tak pusing tanpa adanya pasangan,” berujar setelah meneguk minumannya. + a
“Benar. Bagus itu.” + a
“Kebawah yuk Vi,” ajaknya sambil beranjak. + a
“Ngapain?” + a
“Ya mancing, atau kamu mau istirahat?” + a
“Nggak, aku ikut juga.” + a
“Yuk. Salah satu waktu yang baik untuk mancing dua jam setelah matahari terbenam Vi. ” + a
“Oh, yah kalau di waktu yang lain nggak baik?” tanyaku mengikuti langkahnya masuk kedalam rumah. + a
“Efektifnya dua jam sebelum matahari terbit, dua jam setelah terbit dan juga dua jam sebelum dan setelah terbenam,” ujarnya sambil mengambil peralatan pancing. + a
“Oh seperti itu? sini aku yang pegangin,” aku langsung menyambar lentera dari tangan Arman. Dia tersenyum kecil menatapku. + a
Di bawah rumah panggung terdapat susunan papan dengan tiang-tiang pancang yang tertancap kokoh di dasar, sedikit menjorok keluar melewati rumah. Seperti jembatan. + a
“Man, ini aman nggak?” aku berhenti sebelum benar-benar menapakkan kakiku di sana. + a
“Aman,” Arman melangkah mendahuluiku. + a
Arman dengan cetakan memasang umpan di mata kail yang hanya di terangi cahaya temaram lentera. + a
“Mau coba?” tanyanya. + a
Ardy yang diduga gay oleh keluarganya telah di jauhi oleh semua orang. Yang dia punyai sekarang hanya diary yg membuatnya senang dan menghilangkan rasa sedih nya. Baca c…
“Aku liat kamu aja dulu, prosesnya kayak gimana.” + a
“Oke. Semoga malam ini hoky,” dia kemudian melempar kailnya dan mulai memutar penggulung untuk mengulur kenur (tali pancing). + a
“Kalau memancing harus diam dan nggak bisa ribut?” tanyaku. + a
Sejenak Arman tertawa, “kata siapa Vi?” + a
“Ya menurut aku sendiri, di takutkan ikan di bawah sana terganggu.” + a
Arman kembali tergelak. “benar-benar kamu nggak perna ikut mancing Vi?” + a
“Iya baru kali ini.” + a
“Teriak sepuasnya pun nggak ada efeknya Vi dengan ikan-ikan di bawah sana,” jelas Arman kemudian membakar rokoknya, “yang ada kalau kamu teriak-teriak yang terganggu tu mahluk yang ada di darat,” sambungnya setelah mengeluarkan kepulan asap dari mulutnya. + a
“Jadi kamu sering macing di sini?” + a
“Yap.” + a
“Sendiri?” + a
“Yap.” + a
“Serius? Nggak takut?” kali ini aku menatapnya. + a
Entah kenapa dia semakin keren malam ini, rambutnya di ikat sekenannya gaya man-bun. + a
“Kamu orang pertama yang menemani aku,” ujarnya lalu mengisap dalam-dalam rokok yang ada di bibirnya. + a
Jujur aku baru saja mendengar dia merayuku dan kita seperti sedang kencan di sini. Tetapi tidak, dia benar-benar serius. + a
“Takut, sejauh ini nggak,” ujarnya kemudian. + a
Aku mengerti dia benar-benar ternyata menikmati kesendiriannya tanpa terbebani kalau dia sedang sendiri. Tak ada pertanyaan lagi selanjutnya. Kuteguk isi botol bir dan bermaksud mencelupkan kakiku di air tapi langsung di cegahnya. + a
“Jangan, ada piranha,” terangnya. + a
Kuurungkan niat meski aku tahu dia berbohong, mana ada ikan piranha di sini. + a
“Biasa mancing di tengah laut juga, maksudnya dengan perahu? Tanyaku. + a
“Ya, justru itu yang lebih seru. Tapi –” + a
“Kenapa?” potongku. + a
“Perahunya kecil jadi nggak leluasa bergerak.” + a
“Sepertinya kudu ada budget untuk perahu.” + a
“Ya rencananya seperti itu,” ujarnya “nah, kayaknya ada yang makan ni,” dia bergumam sambil memperbaiki posisi dengan bersimpuh, meletakkan ujung pangkal joran di lantai dan terjepit kedua lututnya, genggamanya kuat sementara tangan kirinya stand by di reel (penggulung) Aku memperhatikannya seksama. + a
Takkalah dia mulai intens memutar reel, sambil berguman, “come babe…” + a
“Ada yang tarik?” bisikku + a
“Ya, kayaknya ini gede Vi, dia melawan banget.” + a
Dengan cetakan mengulur, menggulung line dan puncaknya dengan hentakan keras. + a
“Yes. Sorry bro kamu kalah malam ini,” dia berujar senang kepada sang ikan. + a
“Dapat?” tanyaku. + a
“Mungkin ini dalah momen klimaksnya,” pikirku. + a
“Yap. Kamu hoky Vi malam, liat.” Arman mengangkat jorannya kepermukaan dan di ujung sana seekor ikan bergerak lincah berusaha melepaskan diri,” Arman tak bisa menyembunyikan kegembiraannya. + a
Ikan selebar telapak tangan orang dewasa kini mendarat di dalam ember dan masih berjuang untuk melepaskan diri. + a
“Gede ya. Ini ikan jenis apa?” tanyaku sambil membelai sang ikan yang mulai tenang. + a,,,,,